Senin, 21 Desember 2015

Novel Ruh Merencanakan Kematian


LinLinaKarlina.blogspot.com
Karlina422900@gmail.com

 

 


Ruh Merencanakan Kematian


Oleh :  Sukarlina




Night is My Life


Malam terasa dingin, langit menampakkan sepenggal bulan dikelilingi hamparan para bintang-bintang, sepertinya malam begitu cerah setelah awan gelap datang dan hujan membasahi tanah sore tadi, sejuknya angin menerobos lubang-lubang dinding bambu rumah secara perlahan, suara jangkrik menandai malam semakin larut, rasanyapun semakin dingin, terlihat bekas daun yang rontok gara-gara hujan yang datang bersama angin kencang berserakan di pelataran rumah, pelataran rumah yang cukup luas untuk bermain gobak sodor oleh beberapa anak kecil, nampak kotor sekali, pun juga ranting-ranting yang patah jatuh menggores dan melukai tanah yang tak bersalah, sisa rontokan bunga mawar berhamburan seakan berziarah dan menaburi bunga di atas kuburan, entah bagaimana dengan durinya, tangga ubin depan terlihat masih basah dengan sedikit genangan air yang mungkin sekarang jadi sarang nyamuk-nyamuk, secangkir kopi panas dan cemilan krupuk nasi aking tertata di meja yang di kelilingi empat kursi tepat di depan kanan pintu rumah, dari kursi paling pojok terlihat seorang pria bujanganyang berumur hampir kepala empat sedang menghisap serutu yang diameternya hampir menyamai jempol tangannya, sesekali ia menyelami kopi dalam cangkir di depannya, lirikkan matanya menampakkan keseriusannya dalam berpikir, entah tentang apa, dia adalah seseorang yang kolot (pikirannya) namun sedikit modern (gaya hidupnya), apapun dia lakukan demi kepuasaan hidupnya, bagaimanapun caranya.
Raga    : “huuh..ademme. rasane tembus nang tulang,
    turu ae enak iki”
“Heeeeeeeeee Poro Leluhur Jowo
Wengi mulai teko, Bantalku Bantal Gembuling
Ono Siroh Kudu Ileng, Sukmoku Kudu Nyanding
Cidek’o Rejekine, Adoh’o Blaine
Loro’o Tonggone”
Terdengar saat mantra berkumandang, para ruh mulai berkliaran meninggalkan Raga yang terkapar, menyambut kegelapan mimpi, impian, cita dan kebangsatan cinta.

Saat denting waktu menjamu datangnya mimpi, Aku bahagia, Aku bebas, Aku tidak lagi di kekang dalam busuknya Raga yang tidak ingin menjadi diri sendiri, dalam Raga yang selalu bersandiwara, dalam Raga yang hanya memikirkan egoisnya.
Aku bebas….
Sekali lagi Aku bebas….
Namun terkadang Aku sedih, Aku bebas hanya di kala malam datang. Sebenarnya
Aku iri dengan Raga yang bekerja lebih lama di siang hari, rasaingin pergi ada di benakku, Aku ingin lari, lari, dan lari sejauh mungkin meninggalkan si Raga busuk.
Pernah Aku berpikir, jikalau Aku pergi tak kembali, apakah semua akan baik saja?
Apa kabar Raga disana?
Apakah Raga-raga yang lain mengiranya mati?
Atau Raga-raga yang lain tidak akanpeduli?
Lalu, bagaimana nasib Aku selanjutnya?
Apakah Aku ruh gentayangan?
AtaukahAku hanyalah arwah yang lupa dengan rumah?
Terbesit hinar binartanya tanpa jawaban yang logis. Ahh sudahlah Aku memang harus mengalah dan terus-terusan mengalah untuk Raga yang Aku tempati, untuk Raga yang tak peduli denganku. Esok adalah hari genap 40 tahun Aku bersama Raga busuk yang terkapar nyenyak ini, Aku tidak tau apa yang akan dia lakukan esok. Aku harap ia tidak lagi termakan Ruh jahat, yang egois dengan segalah kemurkaannya.

Pagi telah tiba cuaca cerah datang menyapa, aroma embun tercium sejuk di dada, terlihat dua orang berjalan mendekat perlahan, melangkahkan kakinya menuju Raga yang sedang menyapu halaman rumah yang sangat kotor bekas hujan kemarin, lalu mereka menyapa Raga, sepertinya Raga sudah akrab dengan sosok mereka, dua orang yang yang berwajah kembar tapi berbeda tingkat kesopanannya.
Kodir   : “hee cak, dungaren isuk wes tangi kon, gak ngipi kan aku iki?”
Sobirin : “enggak cok, ojok ngunu talah, aku tangi isuk iki yo jange nyapu sampah-sampah iki loh, karene udan wingi sore.”
Jabir     : “Ealah cak, sakjane sampean iki wes wayah duwe wong wedok, enak iso ngrumat sampean, sak umahe, duduk nyapu dewe koyok ngeneh.”
Kodir   : “iyo cak, umurmu piro seh cak?
  Kok sek seneng ae mbujang ngeneh?”
Sobirin : “Loh walah iyo rek, umurku saiki genep petang puluh taun, tapi gak popo aku sek seneng urep dewe, ndelok’en iki aku, bondo rabi ae gaonok, ndahnio due bojo tambah bongko bojoku gak tak pakani.”
Jabir     : “oalah cak, saknoe urip sampean, awakdewe sek wolu likur taun wes podo rabi, yo Alhamdulillah di kek’I cukup karo sing kuoso.”
Sobirin : “ iyo koen enak cuk, tinggalane wong tuwamu sek akeh, tanah’e nangdi-ndi, yo makmur uripmu, wes ngaliho! aku tak nutukno nyapu iki, selak awan, aku yo jange kerjo.”
Kadir   : “yowes cak, awakdewe tak muleh, ohyo iku mangkane wong tuwomu ngekek’I jeneng Sobirin, cek koen sabar terus cak, hahaha.”
Jabir     : “wahahaha, yowes cak, Assalamualaiku.”
Sobirin : “juancuk raimu dir kadir, iyowes ngalio, walaikumsalam.”

Suasana menjadi sepi, hanya terdengar suara sapu biting yang digoreskan di tanah kotor oleh Raga, oiya aku lupa memperkenalkan sebelumnya, Ragaku bernama Sobirin, memang bagus arti dari namanya yaitu Sabar, namun menurutku nama itu berbalik dengan sifat dan sikap yang ia miliki. Dia bilang sebentar lagi dia akan pergi bekerja, kalian tau apa kerjaan si Raga busuk ini? Mungkin dari sifat dan sikap kita bisa menebak, dia hanya seorang pengangguran. Eitss… sebentar,Raga hendak pergi, kemana ia pergi? Apabenar dia pergi bekerja? yang aku tau selama 20 tahun terakhir dia pergi jalan-jalan keliling desa dan hanya suka memalak di pasar kamboja, pasar yang berada di sebrang gang rumah, itu yang sering ia lakukan disana, terkadang ia mencuri uang belanjaan ibu-ibu yang datang ke pasar karna hasil palakannya sedikit, apa itu yang dia sebut bekerja? Hal yang sudah basi untuk Aku ceritakan.

Oh tidak, Raga tidak pergi ke pasar, dia pergi jauh melebihi pasar. Sebenarnya hendak kemana si Raga? ternyata dia berjalan ke ujung gang Kartini, di sana ada sebuah rumah kosong, apa yang dia lakukan di rumah sepi itu? Oh di situ sudah ada 3 orang yang sama berandalnya dengan Ragaku, ada Minto, Japar, dan Bowo duduk di atas ranjang bambu, orang jawa sering menyebutnya amben, mereka berempat duduk mengelilingi sebuah kartu bermain (Remi) dan di situ juga ada beberapa uang, oh ternyata mereka bermain judi, itu yang Raga sebut bekerja. Huh, sudah Aku bilang Raga tidak punya pekerjaan, pekerjaan yang halal, pantas, dan barokah.

Sepulang dari berjudi, wajahRaga murung, dia kalah bermain, uangnya habis tidak tersisa, entah nanti malam dia mau makan apa? Sedangkan persediaan makanan di rumah sudah habis hanya tersisa 2 sendok gula, dan 1 sendok kopi hitam. Di dalam rumah ada 4 ruang 1 kamar mandi, 1 ruang keluarga sekaligus dapur yang hanya di sekat dengan lemari besar, dan 1 ruang kamar tidur, ada 1 ruang yang sangat rahasia, ruang yang memang di tempatinya untuk melakukan suatu hal yang sangat mistis, tempat spiritual kekolotannya.

Dia menuju ke dapur melihat hanya ada 2 sendok gula dan 1 sendok kopi hitam, dia putuskan untuk membuat secangkir kopi, lalu ia seruput di ubin depan rumah, secangkir kopi terasa sepi tanpa adanya rokok, akhirnya secangkir kopi tersebut di letakkan di meja depan rumah, lalu ia pergi mengutang segelintir rokok di warung bu Ana. Di caci maki sudah pasti, namun tetap saja dikasih oleh bu Ana, entah apa yang membuat bu Ana ikhlas memberinya, atau mungkin bu Ana sedang digendam, suatu hal yang membuat si orang yang dipegang akan ikhlas memberi apapun untuk orang yang memegang, dapatlah sebuah rokok 1 pack berisi 19 glintir rokok modern. Raga pulang kembali ke rumah lalu menikmati secangkir kopi dan beberapa rokok

Setelah secangkir kopi habis dan beberapa rokok dihisapnya, tiba-tiba Raga menguap kelihatannya dia sudah mulai mengantuk, perlahan dia membersihkan sisa-sisa kopi dan rokoknya, lalu ia pergi ke kamar tidurnya, diulanginya mantra-mantra pengantar tidurnya. Aku memulai aktifitasku tanpa adanya paksaan dari Raga. Aku berdoa suatu saat Raga berhenti tidak di kuasai Ruh jahat, sesekali dia mengikuti apa mauku. Tiba-tiba Ruh jahat datang dan marah padaku.
Ruh jahat : “he Roh apik, koen gak usah berharap
                  nemen-nemen, raga iku wes tak
            kuasai, koen gak iso utik-utik maneh,
            gak kiro iso, mustahil koeniso dadino
            Rogo koyok sing koen gelem,
            hahahahahahaa……
                  koen gak usah macem-macem
                  nangaku, hahahaha……”
Aku         : “aku terserah Raga iso nglakoni opo,
     gak nuntut Raga kudu dadi opo”
Roh jahat pergi Aku pun pergi menghibur diri. Berkeliaran mencari suasana yang halal.

oooOooo


Pekerjaannya Bukan Pekerjaanku


Tidak terasa pagi menyambut kembali, seperti hari kemaren. Sobirin atau si Raga tempat Aku menempel ini bergerak menuju rumah perjudian, namun sebelum itu dia memalak di pasar untuk modal melakukan perjudian lagi, lumayan banyak uang didapat. Seperti biasa sudah ada Minto, Japar, dan Bowo si teman berjudinya.
Sobirin : “Jancukk, gak tau menang aku cuk,
            sakjane ikiaku sing goblok opo pancen
            sing kuoso peleh
            kasih gak tau ngekek’I aku rejeki sing
            tepak, cuk jancuk.”
Bowo   : “uwes ren, biren. Ojok kakean cangkem koen,
ndang bayaro kene, kalah yo kalah, ojok kakean berlagak.”
Minto   : “iyo bener koen wo, ndang bayaro ren, ojok omong ae.”
Sobirin : “iyo, iyo cok, gak kiro nakalan aku lek maen.”
Japar    : “wes wes ayo lanjut maen.”
Sobirin :”gak..aku leren, duwekku wes entek cuk, wes buyar aku, lek koen koen kate terus yo terusno aku tak muleh ae.”

Pasar belum sempat sepi tapi Raga sudah kehabisan uangnya, terbesit ide di otaknya untuk mencopet ibu-ibu yang ada di pasar. Berhasil rencana busuknya itu, kemudian dia memalak penjual di pasar, memalak beberapa makanan untuk persediaan di rumah, dan ia juga membeli sebungkus bunga 7 rupa dan sedikit menyan. Mungkin Raga akan melakukan hal spiritual malam ini. Lalu Raga pulang dan duduk santai sambil menonton tv acara siang hari,lama kelamaan ia terlelap tidur di kursi panjang depan tv di ruang keluarga. Terbangun saat Raga mendengar suara adzan maghrib. Bangun, mandi, kemudian bersiap diri ibadah, bukan untuk ibadah sholat maghrib namun Raga memulai ritualnya.

Setelah selasai membersihkan diri, Raga menggunakan pakaian jubbah hitam, kemudian masuk ke ruang rahasia, disitu ia memulai ritualnya, tidak lupa dengan membawa bunga 7 rupa dan sedikit menyan pada tungku arang hitam untuk memberi aroma mistis.
Sobirin : “aku wes kesel mbah maen remi kalah terus, aku njaluk mulai saiki aku menang terus maen’e”
“Dek-gembredek jantung dredeg,
amben dijejeg dulinan mandek,
duwek nang ngarep kudu tak pendhet,
ati lego gak kiro nyandet”
Kemudian dia menabur bunga di sebuah tempe dan sedikit menyan, serta menaburi bedak kuning yang sudah tersedia di dalam ruangan tersebut, mungkin sisa ritual sebelumnya. Raga melalukan ritual tersebut selama kurang lebih 2-3 jam. Selanjutnya Raga tidur di kamar tidur seperti biasanya.
           
Aku kasian pada diriku ini, diriku yang telah tersangkut banyak dosa, diriku yang tak pernah Aku mau. Kapan Raga bisa berbuat baik seperti yang selalu Aku impikan, ya Alloh?
Kapan dia berhenti berbuat hal-hal kotor ini? Kapan dia bertaubat? Kapan? Kapan?
Aku ingin keluar jauh dari Raga ini, ya Alloh…
Sungguh Aku lelah, benar-benar lelah….

05.00 pagi, terlalu buta Aku bangun hari ini, sebenarnya ada apa pada Raga yang tiba-tiba bangun begitu pagi? Bukankah kemarin tidak turun hujan? apakah ada yang harus dibersihkan di halaman depan? Tidak,kan? Semuanya masih bersih, lantas ada apa? Ohh aku hampir lupa, semalam ada yang lagi ritual mungkin dia akan bergerak pagi buta. Ternyata tidak seperti itu, Raga bangun sepagi ini untuk mencopet dan memalak di pasar lebih pagi agar dapat uang lebih banyak, untuk apa? Bukankah persediaan makanan masih banyak di rumah? Oh.oh untuk judi di tempat haram itu? Bersama penjudi-penjudi tolol itu? Ah memang sudah makanan harian mereka. Terpaksa lagi aku mengikutinya bergerak. Kelihatannya hari ini Raga akan menang, seperti biasa setiap kali dia habis ritual, dia pasti mendapatkan apa yang dia ingginkan.
Japar    : “jancok… ono opo dino iki? Kok moro
            moro entek duwekku, kalah terus aku
            dino iki, aku muleh, buyar, ambles
            duwekku.”
Minto   : “yowes mulio, mbalek’o maneh yo,
            gowoen duwek’e bojomu, lek iso bojomu
            gowe rene. Hahahahaaaa….”
Sobirin : “yokk, lanjuuuttttt.”
Minto   : “nyohh mati kon.”
Sobirin : “oohhh… Sorry aku sek nduwe.”
Minto   : “Jancok. Gak mati-mati koen iku.”
Bowo   : “iyo dungaren koen rodok enak maene
            dino iki,cok?
Sobirin : “lhoo lhoo yo mesti iku, mosok kalah
            kokterus, yo bagilah rek titik edang.”
Bowo   : “iyowess ojok omong taek tok, terusmo
            wayahmu mlaku, cok.”
Minto   : “nyoh matio saiki kon... !!”
Sobirin : “ohh sek durung iso.”
Bowo   : “jasik, sek urip ae arek elek iki.”
Sobirin :“hahahahaaaaa….,hemm gepuk’an
            terakhir nyohh aku menang.”
Minto   : “oh oke ayo maneh.”
Bowo   : “aku mundur, duwekku entek, sek tak
            muleh sek golek kalunge bojoku, utawa
            gelange makku tak juouk’e sek.”
Sobirin : “loh temen ta iku ayok ken ewes tak
            ladeni. Gowoen kabeh sak bojomu, sak
            mamkmu-makmu gowo rene minto
            seneng sing koyok makmu mngunu iku.”
Minto   : “woohh jancok raimu iku ren.”
Bowo   : “yowes muleh sek rek.”
Sobirin : “ayok senggel.”
Minto   : “lho nantang, ayookk”
Sobirin : “nyoohhhh…”
Minto   : “jancok sek kaet maen wes mati, Asuu”
Sobirin : “wahahahaha….”
Bowo kembali datang membawa kalung istrinya entah terjadi apa di rumahnya, kenapa istrinya mau memberikan kalungnya.
Bowo   : “hee… ayok lanjutttt..”
Sobirin : “loh ayok, konco sing ngeneh iki loh
            aku seneng. Ayok wo terusno kalahmu.”
Bowo   : “yo ojok kalah rek rugi ngrampas iki
            teko gulune bojoku. Hahaha..”
Minto   : “jare sopo koen kate menang? Gak kiro,
            koen pantesan kalah ren sobiren.”
Sobirin : “yo delok’en ae ta… lak aku sing
            menang”
Bowo   : “ojok macem-macem.”
Sobirin : “loh kan iki aku seng menang, wes
            ayokk gowo rene kabeh duwek’e..
            aku menang.”
Benar sekali Raga menang kali ini, dibawanya banyak uang dan kalung istri bowo yang sudah di taruhkan oleh bowo di perjudian itu. Menang, bahagia sudah pasti Raga rasakan, tpi tidak dengan Aku.

Berjalan arah pulang ke rumah sambil memamerkan uang haramnya, sudah hampir malam, buktinya sudah mulai terlihat bulan di atas sana, namun matahari masih belum menghilang. Raga senang sekali dengan kemenangannya. Saat Raga berhenti berjalan tiba-tiba seseorang melewatinya dan meninggalkan aroma yang begotu semerbak, harum sekali, oh ternyata wanita. Wanita dengan ciri-ciri seperti seorang pelacur. Raga mengikutinya, jelas Aku juga megikutinya. Ah ternyata benar dia seorang pelacur, banyak sekali wanita-wanita pelacur di tepi kanan kiri gang mawar ini. Oops sedang apa Ragaku ini? Kelihatannya dia akan menjajankan uangnya untuk hal menjijikan ini. Aduh kenapa harus bertemu wanita itu. Semakin besar dosa-dosaku, Aku tidak ingin, sungguh Aku tidak ingin.

Saat si Raga busuk melakukan itu pada Raga wanita. Aku terdiam pasrah mengikutinya bercumbu mengundang nafsu. Aku sedih namun apa yang harus aku lakukan, kondisinya Raga sekarang sedang mabuk, sehingga dia lupa diri.
Raga berdiam diri, kemudian Ragaku melihat wanita itu memejamkan matanya dengan kedua bibir tampak gemetar, Sambil menunggu sentuhan bibir Raga, kedua tangan wanita itupun mulai meraba kepala dan kemudian bergayut di leher Ragaku juga sedikit menggelitik menggoda,
Raga juga gemetar, perlahan dan dengan lembutbibir Ragapun mulai mendekatpada bibir wanita kotor itu, lalu dengan lembut dirasakannya bibir itu, si wanita membalas ciuman itu, Sehingga keduanya pun saling menciumi bibir satu sama lain, bibir Raga menggeliat menari-nari seolah berdansa dengan bibir si Raga wanita, perlahan Raga membuka kancing-kancing pada gaun merah yang menyelimuti tubuh si wanita, terdengar suara desahan nafas si Raga wanita, Raga pun mulai merambat kebawah menyapa si kembar putik bunga Kantil yang berseri, menikmati aroma sedapnya serbuk sari yang mulai membius nafsu, syahwatpun semakin menjadi-jadi,  perlahan Raga menikmati wewangian yang semerbak, desahan itupun semakin terdengar kuat, melihat hal itu Aku benci.. Aku muak.. Aku bosan..dengan semua yang mereka lakukan. Raga semakin menjadi-jadi tangannya meluap kesegala arah, bibirnya menyapa hampir kesemua bagian, pedang sakti mulai mengetuk pintu surga dunia. Perlahan pemilik surga membukakan pintu kenikmatan, Aku melihat, Aku juga merasakan si Raga membunuh Raga Wanita, namun Raga wanita itu tidak mati, kedua tangannya menghempas menyelimuti Raga dimana aku berada, benar dia tidak mati namun dia semakin menikmati sayatan-sayatan pedang si Raga busuk, lalu pedang mengeluarkan bisa racun yang akan meracuni surga dunia itu, matilah si Raga wanita...

Zzeeppp… sekejap darahku mengalir deras dari ujung kaki ke ujung kepala, tiba-tiba panas dingin.
Aku kira Raga wanita itu telah mati.
Aku takut sekali..
Sebentar… !!!
Aku masih mendengar desahan nafasnya, meskipun tak senyaring desahan sebelumnya, Huffhh…. @#$%*
Ternyata si Raga busuk tidak membunuhnya, untung saja itu tidak terjadi.Namun Aku kesal, Aku benci, Aku tidak suka, Aku seakan menjadi budak di dalam Raga ini, Aku malu, Aku merasa aku hanyalah sebuah Ruh yang menjijikan, Aku terbebani dengan banyak dosa, dosa yang Raga busuk lakukan.
Aku benci Ragaku, benar-benar benci,
Aku benciiiiiiiiiii……………………..!!!!!!!!

oooOooo



Idamannya Aku Suka


Raga baru sadar di pagi hari. Bergegas dia pulang dari rumah pelacuran tersebut. Saat perjalanan pulang di perempatan pasar Raga berjumpa dengan seorang wanita yang cantik, terlihat Indah sekali dengan busana biru panjang berjilbab putih membawa beberapa sayur belanjaannya. Didekatinya si wanita berjilbab itu oleh Ragaku. Aku sempat senang merasakan raga jatuh cinta pada seorang wanita yang sholehah, tapi Aku malu jika ingat apa yang terjadi tadi malam, hal yang begitu kotor, menyakitkan bila aku ingat-ingat lagi. Yasudahlah sekarang Raga seleranya lagi bagus.
Raga    : “hai, asssalamualaikum… cantik..
            Perkenalkan nama saya Sobirin. Adek
            namanya siapa?”
Wanita : “waalaikumsalam wr.wb. mas. Ada apa
            ya? Kok mas tiba-tiba di hadapan saya?”
Si wanita berjilbab menjawab sambil merunduk entah itu malu,menghormati, atau takut dengan gaya pakaian Raga yang seram seperti preman.
Raga    : “jangan takut dek, mas cuman mau
            berkenalan saja sama adek. Namanya
            adek siapa? Kok sepertinya mas tidak
            pernah tau adek di daerah sini ya? Apa
            adek pendatang di daerah sini? Atau ade
            kebetulan hanya belanja di pasar ini saja?
Wanita : “iya mas saya pendatang,nama saya
            Ayu, saya dulu TKW dari luar negeri
            sekarang saya ikut bude Lilik, rumahnya
            nggak jauh dari pasar kamboja ini mas.”
Raga    : “oohh jadi begitu? Kenapa adek suka
            merunduk ya? Adek jangan takut sama
            mas ya! Mas nggak akan apa-apain adek
            kok, oiya adek mau mas antar?”
Wanita : “oh ndak usah mas, Ayu bisa pulang
            sendiri, lagian rumahnya dekat. Yaudah
            mas, Ayu mau pulang dulu,
            Assalamualaikum….”
Raga    : “waalaikumsalam..”
si wanita berjalan meninggalkan Raga. Raga pun berjalan pulang sambil berbicara sendiri. Sepertinya Raga menyukainya, si wanita cantik berjilbab bernama Ayu tadi.
Raga    : “walahh ayuuuune genduk iku mau,
            cocok jenenge Ayu arek uwayuu nemen,
            pantes koyok’e dadi bojoku, wahahah..”

Kepedean si Raga busuk ini, tapi tak apalah niatnya baik untuk mempersunting wanita yang sholeha. Aku cukup senang dengan niatannya itu. Sesampai di rumah Raga tak henti-hentinya memikirkan wanita berjilbab putih tadi. Raa penasaran dan tanda tanya besar ada di benaknya. Optimism untuk mencari tau terasa kuat. Terlalu yakin akan kepantasannya untuk mempersunting Ayu yang memang berparas ayu.
            Raga tertidur pulas di kursi depan tv. Melanjutkan tidurnya, tadi malam terlalu larut dia begadang dengan pelacur gaun merah. Nyenyak sekali tidurnya. Dia lupa akan tantangan berjudi untuk hari ini. Aku senang melihatnya tidur seperti ini. Dia melupakan perbuatan haram itu. Hingga sore hari dia tertidur pulas.
           
Tepat pukul 03.48 sore Raga terbangun. Bergegas ia mandi dan berdandan rapi, wangi. Tidak biasanya ia lakukan ini, berdandan tanpa jaket kulit hitam, jadi tidak terlihat seperti preman. Hendak apa dia? Oh Aku ingat, dia mulai kasmaran. Alias jatuh cinta. Memang ya jatuh cinta itu indah, bahkan bisa merubah seseorang gaya preman menjadi bergaya bagai saudagar, hahahah… Gara-gara cinta orang bisa lupa diri. Tapi sekali lagi Aku senang semoga Ayu bisa membuatnya bertaubat. Membuatnya menjadi seseorang yang benar-benar sholeh. Hidup di jalan Alloh SWT. Amin…. Aku amat berharap besar pada Ayu si wanita berjilbab itu.
           
Tiba-tiba Raga membawaku pergi mengendap-endap di samping rumah bude Lilik tempat tinggal Ayu sekarang, kebetulan Ayu sedang berdandan cantik menggunakan jilbabnya kemudian Ayu keluar ternyata hendak pergi ke masjid. Ketahuanlah Raga oleh Ayu, kemudian Ayu menyapa dan mengajak Raga pergi ke masjid, tapi banyak sekali alasan yang diada-ada oleh Sobirin atau Ragaku, agar tidak pergi ke masjid. Sebenarnya dia tidak pernah suka datang ke masjid.
Sobirin : “eh adek Ayu, hendak kemana dek?”
Ayu     : “loh mas kok ada disini? Ayu mau pergi
            ke masjid, ayok mas ikut ke masjid, kita
            sholat maghrib bareng-bareng, itu sudah
            mulai terdengar qiro’ah.”
Sobirin: “oh maaf dek, mas ada urusan. Barusan
            kebetulan saja mas lewat depan sini,
            Kalau gitu mas pulang dulu ya?”
Ayu     : “iya mas ati-ati.”
Sobirin : “iya ati-ati juga dek.”

Mereka berjalan berpencar, Ayu pergi ke masjid dan Sobirinpun berjalan menuju rumah. Sampai di rumah Ragaku masih terbayang-bayang wajah cantik si Ayu, dia ingin tau sekali tentang Ayu. Tiba-tiba Raga kembali ke rumah bude Lilik, bukan untuk menemui Ayu karna Ayu sholat maghrib sekalian isya’ di masjid, Raga menemui bude untuk mencari tau tentang Ayu. Bude terkejut kenapa Sobirin menghampirinya.
Sobirin : “nuwun sewu bude, kulo bade tanglet
            masalah Ayu, mboten ganggu kulo
            mriki?”
Tiba-tiba saja Ragaku ini masuk dan bergegas bertanya ke bude Lilik.
Bude    : “ohh iyo ren, onok opo yo karo Ayu?
            Kok dungaren awkmu dolen rene? Ojok
            medeni bude ngeneh, onok opo karo
            Ayu?”
Bude khawatir takut terjadi sesuatu dengan Ayu., keponakan satu-satunya yang masih baru berada di desa ini.
Sobirin : “mboten wonton nopo-nopo bude,
            meniko loh bude, kulo remen kale Ayu,
            ngapunten bude, Ayu niku pripun criose
            kok wonten mriki nderek bude ten
            mriki?”
Bude    : “ oh Ayu iku asline ponak’ane pak de,
            teko kebumen, arek’e biyen kerjo nang
            luar negeri dadi TKW. Neng kono de’e
            digudoi dirayu lek gak gelem disikso
            terus karo juragane. Kabeh wong ngarani
            Ayu prawan tuwek tapi sepurone yo
            ren. Asline de’e wes gak perawan, de’e
            mari diperkosa karo juragane mangkane
            iku Ayu moleh nang indonesia maneh.”
Sobirin : “ oalah ngoten bude? Ayu kok mboten
            wangsul teng kebumen bude?”
Bude    : “ neng kebumen de’e  wes gak duwe
            sopo-sopo, umah’e wes  di dol gae
            slametane bapak ibuk’e sing meninggal
            tahun wingi gara-gara kecelakaan nang
            dalan kebumen kono.”
Tanpa pikir panjang Raga tetap menyukai Ayu si wanita sholeh berjilbab meskipun sudah tidak perawan lagi gara-gara diperkosa juragannya di luar negeri sana.
Sobirin : “ohhhh.. ngoten bude, bude kulo bade
            nglamar Ayu dados garwo kulo, pripun
            bude nopo bude ngerestui?
Bude    : “ loh temenan ta iku ren? Awkmu gak
            nyesel ayu wes gak prawan?”
Sobirin : “enggeh bude, kulo serius nglamar Ayu.
            Ayu meniko umur pinten nggeh bude?”
Bude    : “yowes ren, engko tak takokne Ayu sek
            opo arek’e gelem nikah karo awkmu opo
            gak? Ayu umure 40an lek gak salah,
            Awakmu temenan kan ren? Gak cuman
            gae dolenan ponak’anku Ayu ?”
 Sobirin:“mboten bude, kulo serius, nggeh pun
            bude, kulo bade wangsul rumiyen”
Bude    : “oalah iyo ren, yowes engkotak
            omongno lek arek’e teko.

Ayu datang saat Ragaku atau Sobirin kelur dari rumah bude Lilik, Ayu kebingungan sedang ada apa di rumah bude, kenapa ada Sobirin. Lalu Sobirin terburu-buru untuk pulang kelihatannya dia senang sekali, meskipun belum resmi Ayu menerima lamarannya. Sampai di rumah Raga loncat menari-nari senang sekali setelah tau asal muasal Ayu, meskipun Ayu sudah tidak perawan lagi, Raga siap menerima Ayu. Yah baguslah semoga Ayu menerima Raga menjadi suaminya, dan semoga Raga bisa menjadi orang yang beruntung, dan kemudian bertaubat menjadi orang yang sholeh.

Hari sabtu pakde dan bude Lilik tiba-tiba mendatangi rumahku, Raga masih tertidur  pulas, yaiyalah.. Sekarang masih jam 7 pagi. Diketuklah pintu oleh pakde dan bude memanggili nama Ragaku. Kemudian Ragaku terbangun dari tidurnya, kemudian membukakan pintu dan mempersilakan pakde dan bude masuk dan duduk, lalu Raga berlari ke kamar mandi untuk cuci muka. Kemudian mulailah mereka bercakap-cakap.
Sobirin : “ngapunten, wonten nopo niki bude kale
            pakde kok mriki? Nopo sampun dijawab
            kale Ayu?
Bude    : “iyo ren, Ayu gelem nikah karo
            awakmu, yeopo opo awakmu serius
            kate nikah karo Ayu?”
Pakde   : “pakde setuju ren, wes ndang minggu
            sesok iki nikahan dimulai awakmu
            setuju?”
Sobirin : “owalah enggehpun  pakde, dinten niki
            kulo siapaaken sedoyonipun pakde.”
Pakde   : “yowes ngunu ae ren, pakde bude pamit
            muleh”
Sobirin : “nggehpun pakde”
Hari ini Raga menyiapkan apa-apa yang diperlukan dalam acara pernikahannya besok dengan Ayu. Dari ketring, terop, penghulu, bahkan sampai maharnya. Raga menggunakan kalung yang dulu dia menangkan dari judi dengan Minto, Japar, dan Bowo serta seperangkat alat sholat untuk Ayu.

Hingga larut malam Raga mempersiapkan itu semua. Terlihat lelah sekali lalu dia tertidur pulas di kursi depan TV di rumahku. Aku senang sekali melihat betapa seriusannya Raga untuk mempersunting Ayu si wanita sholeha berjilbab itu. Aku ingin cepat-cepat hal itu terjadi. Berharap besok menjadi hari yang paling indah untuk Raga dan Aku.

Hari minggu jam 8 pagi Ragaku telah sah mempersunting Ayu. Mereka sudah menjadi suami istri. Para tamu memberi ucapan selamat kepada kedua mempelai suami dan istri. Aku senang sekali, aku bangga dengan Ayu semoga dia bisa merubah Raga menjadi orang yang sholeh dan tidak melakukan hal-hal bodoh seperti preman lagi.

Esok harinya setelah acara selesai peralatanpun dibersihkan dan apapun yang disewa dikembalikan. Saat Sobirin dan Ayu bersepeda menggunakan sepeda peninggalan bapak  Sobirin, tiba-tiba bertemu dengan wanita pelacur, wanita yang dulu dikenalnya di jalan, yang dulu menggunakan gaun merah, yang dulu pernah tidur bahkan pernah dipersetubuhinya.

Ragaku melirik ke wanita itu, tanpa diketahui Ayu, wanita itu mengedipkan matanya ke Sobirin, lalu Sobirin berusaha memalingkan wajahnya dan menganggap tidak pernah ada apa-apa atau bahkan tidak lagi mengenalinya. Sepertinya wanita itu berusaha merayu ke Ragaku lagi. Tapi bagus..! Ragaku tidak tergoda.

Setelah sampai di rumah Ragaku bingung, dia resah sekali gara-gara melihat wanita itu lagi.  Yasudahlah.. Ragaku pura-pura tenang melupakan hal buruk itu.  Ayu menghampirinya membawa teh hangat untuk bersantai.
Ayu     : “ada pa mas? Mas kok terlihat resah”
Sobirin : “gak ada apa-apa kok sayang.. Mas lagi
            bingung aja, apa barang-barang yang
            disewa sudah benar-benar di kembalikan
            apa belum yaa?”
Ayu     : “Sudah kok mas.. Yaudah minum dulu
            tehnya mumpung masih hangat”
Sobirin : “hemm... Iya makasih ya sayang, ayok
            tidur siang sayang”
Sobirin mengajak Ayu masuk ke kamar dan mengajaknya tidur siang tapi tidur yang tanda kutip. Hahahaa kali ini Aku tidak mau mengintip. Mereka sedang menikmati malam pertama atau lebih tepatnya siang pertama, hahah..
Kan mainnya siang hari. Hihihi.....
Dasar pengantin baru..... hehe....


oooOooo

Wanita Gaun Merah


Aku melihat seseorang di samping rumah. Oh ternyata wanita pelacur tadi. Dia mengendap-endap mengintip Ragaku yang sedang bercinta dengan istrinya dari celah-celah lubang dinding. Kelihatannya wanita itu ikut merasakan apa yang dilakukan Ragaku dan Ayu. Lihat saja wanita itu mendesah sendiri, ia merasa terangsang dengan belaian tangannya sendiri. Bodoh sekali wanita itu, sebegitunyakah dia menyukai Ragaku? Ah konyol.
Saking merangsangnya sampai wanita itu terpeleset ubin samping rumah. Hahaha... Kasian sekali wanita itu. Hingga menganggu Ayu dan Ragaku. Tapi Ragaku tidak menghiraukannya. Dikiranya kucing sedang lewat. Kemudian si wanita pelacur itu lari pulang ke rumahnya. Setelah menikmati tubuh istrinya. Raga bergegas istrinya pergi. Hendak kemana mereka? Ah mungkin mau jalan-jalan, yah maklum masih masa anget-angetnya pengantin baru.
Malamnya saat Raga dan istrinya tidur Aku pergi ke tempat pelacuran wanita bergaun merah. Ternyata di tempat pelacuran dia tidak ada. Aku mencoba mendatangi rumahnya, benar dia ada di rumah menangis. Wanita ini tinggal sendiri di rumahnya yang kelihatannya mewah tapi sepi sekali.
Kenapa dia ini?
Apa benar dia suka Ragaku?
Apa benar dia jatuh cinta pada Ragaku?
Ahh masak sih?
Sebentar, lihat apa yang dia lakukan?
Kenapa dia memegang bunga 7 rupa?
Apa dia juga paham tentang ritual-ritual seperti yang biasa Raga lakukan?
Wanita ini memang persis seperti Ragaku. Kolot sekali, masih saja percaya dengan hal-hal yang tidak baik, masih saja melakukan ritual-ritual yang berhubungan dengan setan. Lihat saja apa yang dia lakukan, dia menggenggam bedak pada tangan kanan dan dengan bunga-bunga yang ditabur oleh tangan kirinya.
Wanita : “mbah aku pingin Sobirin kenal aku
            lebih, pingin de’e eroh lak aku neng kene
            seneng de’e. Aku loro ati ndelok Sobirin
            ambek wedok’ane mbah, aku sedih
            ngrasakno iku.”
“Niat ingsun pupur, batukku sodo sa’lah, alisku sak tanggal sepisan, motoku damar kanginan, irungku semerung gondoh, untuku melar kombang, kupingku sengkalingan, pundakku rajinmas.
apik’o dandananku !! ayu’o awakku !!”
Nah.. kan... sama persis seperti Ragaku, masih saja melakukan hal kolot kotor ini. Ah sama saja  dia itu. Aku jadi malas dengannya, semoga saja dia tidak menggangggu kehidupan Ragaku dan istrinya. Aku sudah cukup bahagia dengan adanya Ayu yang sekarang menjadi istrinya. Lambat laun mungkin bisa merubah Sobirin atau Ragaku menjadi orang yang sholeh.

            Saat pagi menyapa Ragaku terbangun, tapi Ayu sudah bangun terlebih dahulu dan menyiapkan makanan. Dan Ayu bercerita pada Sobirin bahwa persediaan makanan telah habis.
Ayu     : “mas persediaan makanan di dapur
            sudah habis, gimana buat besok? Kita
            sudah tidak ada makanan lagi.”
Sobirin : “tenang aja sayang, besok mas kerja,
            akan mas bawakan persediaan makanan
            yang banyak buat kita, sekarang kita
            santai-santai dulu, ayok lihat tv.”
Ayu     : “Terus untuk nanti malam kita gak ada
            gula sama sekali, bagaimana?”
Sobirin : “yasudah kamu ngutang dulu di warung
            depan, bilang saja saya yang nyuruh ya
            sayang.”
Ayu     : “yasudah deh sayang saya coba dulu ya?”
Ayu berjalan ke warung depan rumah tiba-tiba bertemu dengan wanita pelacur yang tadinya memata-matai Sobirin. Ahh wanita itu lagi, Aku harap tidak mengganggu Ayu yang tidak tau apa-apa, tapi kelihatannya wanita itu tau bahwa Ayu adalah istri Sobirin.
Ayu     : “yu mi, tumbas gendis, tapi ngebon
            riyen nggeh engken mas Sobirin sing
            mbayar”
Yu mi  : “oh nggeh pun pinten kilo?”
Ayu     : “seperempat mawon yuk.”
yu mi   : “iyo nyoh iki”
tiba-tiba wanita pelacur menyindirAyu yang baru saja mengutang gula pada Yu mi.
Wanita : “yuuuu yuuu kok gelem diutang karo
            wong sing gak kenal sampean, awas
            dibijuk’i loh yuuu... Ojok gampang
            percoyo sampean karo wong anyar ngunu
            iku, awas tukang gendam loh wong iku”
Ayu tak menghiraukan lalu pulang dengan menangis. Ragaku tau Ayu menangis, namun bertanya-tanya di benaknya, kenapa tiba-tiba Ayu menangis dan lari ke kamarnya? Dia bergegas berdiri dan menghampiri Ayu kemudian bertanya padanya.
Sobirin : “sayang kenapa kamu menangis? Apa
            Yu mi tidak mau memberi hutang gula
            kepada kita?”
Ayu     : “bukan begitu mas, kita dikasih
            hutangan gula kok oleh yu mi”
Sobirin : “lantas apa sayang yang membuatmu
            menangis?”
Ayu     : “enggak ada apa-apa mas...”
Sobirin : “ini pasti ada yang tidak beres disana”
Ayu     : “enggak mas, sudah nggak ada apa-apa
            denganku. Aku hanya kelilipan di jalan
            tadi. Sudah mas nggak usah khawatir”
Ragaku masih saja curiga ada apa dengan istrinya, kenapa sepulang dari warung Ayu menangis? Jelas saja Ayu menangis ada seseorang yang menyindirnya dengan kasar tadi di warung, wanita pelacur jahanam itu. Yang syirik atas apa yang Ayu punya sekarang, sungguh pengganggu wanita kotor itu. Aku benci sekali dengannya.
Esok harinya Sobirin pamit pergi bekerja. Pagi sekali dia berangkat. Tanpa membawa peralatan kerja apapun. Memang mau kerja dimana? Setauku dia tidak pernah bekerja. Ya mungkin dia mau melamar kerja lebih tepatnya. Aku jadi kasihan kepada Ayu saat ini.
Sobirin : “sayang, mas pamit kerja dulu ya”
Ayu     : “iya. Hati-hati ya mas semoga rejekinya
            di lancarkan dan barokah, aminn”
Sobirin : “iya amin sayang”
hingga sekarang Ayu tidak tau bahwa Raga masih tidak punya pekerjaan. Kasian......

Ragaku pergi ke arah pasar. Oh ternyata ini yang dia anggap kerja, tetap saja dia memalak, merampas, mencuri, dan mengancam orang-orang di pasar. Kemudian berjalan ke arah rumah kosong, tempat dia melakukan perjudian. Di sana sudah ada teman-teman judinya. Minto, Japar dan Bowo. Bermainlah mereka disana.
Hari ini Ragaku kalah, dan tidak mendapatkan uang sama sekali. Hanya membawa pulang barang rampasan dari pasar untuk persediaan makanan di rumah. Tetap saja Ayu tidak tau kelakuan suaminya di luar sana, tapi Ayu juga bingung kenapa Sobirin tidak membawa uang sama sekali malah membawa makanan banyak.
Malamnya Ragaku masih saja santai dengan Ayu hingga terlelap tidur. Lalu tiba-tiba Ragaku terbangun kemudian massuk ke kamar rahasia. Mau apa dia?
Raga    : “mbah aku kate nggolek duwek gede
            gae bojoku, gae manganku.”
“Niat ingsun mlaku, ono konang ojok dicutik, mlaku yo mlaku, lek konangan ojok dilirik”
Mantra apa itu? Aku tidak pernah tau. Aku tidak pernah mendengarnya, Apa dia mau melakukan sesuatu hal yang baru? Mungkin iyaaa... emangnya dia mau kerja apa di malam hari?
Raga berjalan keluar. Malam-malam gini mau kemana dia. Ayu saja masih lelap tidur.
Apa  Raga tidak takut? Apa  Raga tidak dingin?
Kenapa dia hanya menggunakan celana pendek dengan telanjang dada? Apa sih yang akan dia lakukan? Raga berjalan ke arah timur lalu berhenti di depan rumah juragan besi tua, orang-orang memanggilnya bos brengs. Raga dengan santainya masuk ke dalam rumah ini, lalu mengambil uang banyak sekali. Ohhh dia mencuri, jadi mantra itu tadi dipakai untuk mencuri. Ragaku benar-benar tidak bisa merubah dirinya,. Aku tidak habis pikir dengan tingkah, sifat, benar-benar tidak bisa ditebak kadang baik sekali, kadang buruk sekali. Atau mungkin dia baik hanya didepan Ayu saja. Aku jadi tambah kasian pada Ayu.
Setelah mendapat uang banyak Raga berjalan pulang, lalu bertemu wanita pelacur bergaun merah yang pulang dari tempat pelacurannya. Ditariklah Raga ke pelukannya. Raga tidak mengelak dan akhirnya Raga terbawa ke rumah wanita pelacur itu, disana mereka bercinta. Setelah sadar wanita itu tidak mau dibayar oleh Raga. Wanita itu meminta 1 permintaan agar menjadi kekasih Ragaku. Ragaku menyetujuinya. Apa maksud ragaku itu? Apa dia tidak ingat kalau sudah punya istri? Hari ini aku benar-benar kecewa sekali pada Ragaku.
Setelah adzan subuh Raga ditemukan tergeletak tidur di ubin depan rumah. Ayu kaget sekali kenapa dia bisa tertidur di depan rumah?
Ayu     : “loh mas kok tidur di depan rumah?
            Baju mas juga kemana?
Raga    : “iya di dalem tadi panas makanya aku
            keluar dari rumah mau cari angin.”
Ayu     : “ohh gitu? Yaudah mas gak siap-siap
            pergi kerja? Ntar kesiangan loh”
Raga    : “oiya sayang mas mau siap-siap dulu”
Sudah rapi sekali gayanya, kemudian pamit bekerja, tapi apa yang dilakukannya, kamu tau dia kemana? Dia pergi ke rumah wanita pelacur tadi. Bukan untuk bekerja, bukan juga untuk bercinta. Hanya saja mengambil uang curiannya tadi malam yang sengaja ditinggalnya di rumah wanita pelacur bergaun merah.
Cepat sekali Raga sampai di rumah. Ayu istri Sobirin atau Ragaku terkejut
Ayu     : “cepat sekali dia bekerja, belum ada 2
            jam dia pergi meninggalkan rumah
            kenapa dia sudah pulang lagi? Apa dia
            tidak bekerja? Tapi kenapa sudah
            membawa banyak uang?”
 gumam Ayu dalam hati sangat kebingungan dengan tingkah suaminya itu.
Saat Ayu pergi kepasar, banyak orang yang menggumam membicarakkannya. Dia mendengar hampir semua orang mengolok-ngolokannya sebagai suami preman, suami pencuri, suami  pembegal. Ayu sangat malu sekali dia pulang rumah dengan menangis. Semakin curiga Ayu dengan suaminya, kecewa tapi belum terbukti, jadi ayu belum sepenuhnya percaya omongan orang-orang di luar sana.
Ayu mengikuti Ragaku yang sedang berjalan pergi dari rumah dimalam hari. Karna Ayu penasaran sekali dengan apa yang orang-orang omongkan tadi di pasar. Saat itu Sobirin menghadang orang yang lewat di dekat rumahnya, kemudian mencuri di rumah pak bendahara RT. Sepertinya mencuri uang kas RT.
Ayu     : “Owh ternyata benar kata orang suami
            pencuri, pemalak, dan perampas harta
            orang lain. Aku kecewa benar-benar
            kecewa.
Ayu kecewa langsung berlari pulang kemudian menangis hingga tertidur. Setelah pagi datang Ayu sudah memberi wajah murung kepada Sobirin. Sepertinya Ayu kesal sekali.
Ragaku tidak menyapa Ayu sama sekali malah pergi keluar rumah begitu saja. Di rumah Ayu  teringat dengan satu kamar rahasian yang Raga larangkan Ayu untuk masuk ke dalam kamar itu. Hari itu Ayu lancang menberanikan diri untuk masuk ke dalam kamar itu. Kaget kemudian terdiam sekejap, lalu keluar dia menangis lagi.
Ayu     : “ternyata seperti ini mas Sobirin aku
            kecewa dengan apa yang telah dia
            lakukan. Dia membohongi aku.
Ayu marah lalu meninggalkan rumah. Tidak pulang ke rumah bude pakdenya melainkan entah kemana dia pergi, dia sudah benar-bnar kecewa, apa yang dilakukan Rga sudah keterlaluan jauh dari sifat yang Ayu punya, belum lagi saat berjalan pergi yu mi menyapa dan menambahkan maslah, seperti memberi informasi bahwa Raga sering pergi ke rumah pelacuran dan meninggalkan Ayu.
Pernikahan yang masih seumur jagung sudah hancur begitu saja. Sakit hati sekali Ayu pada Sobirin si Ragaku yang  banyak dosa itu. Ragaku juga tidak tau bahwa Ayu sedang mengandung jabang bayinya yang berumur 2 minggu. Itu juga menjadi alasan buat Ayu, kenapa Ayu harus pergi dari rumah karna dia takut kelak ayinya seperti ayahnya.
Sesampai Ragaku pulang ke rumah, Ragaku bingung kenapa Ayu pergi meninggalkan dia dan rumahnya. Siapa lagi yang mau merawatnya. Sangat bingung sekali. Namun tidak dicari kepergian Ayu malah Raga pergi ke rumah wanita pelacur untuk menghibur dirinya dengan meluapkan amarahnya dalam bercinta dengan si Wanita pelacur tanpa bayaran.
Sobirin atau Ragaku bermain kasar dengan wanita pelacur ini. Kasian sebenarnya tapi kenapa wanita ini masih menikmati permainan kasar ini? Apa benar dia sudah sangat jatuh cintanya sama Ragaku. Bisa di bilang psikopat dalam percintaan.
Saat perciuman awal tadi di mulai, Raga bukan menciumi bibir wanita pelacur namun menggigitnya hingga berdarah, entah esok jadi apa bibir itu, Lalu Raga memasukkan pedangnya sambil menjambak rambut panjangnya dengan tangan kanannya, serta tangan kirinya memukuli pantatnya yang membentuk gitar spanyol ini, lalu Raga meludahi dadanya dan kemudian menggigit gemas putik bunga kantil hingga mengeluarkan madu merah alias berdarah. Wanita itu  harusnya kesakitan tapi tidak, dia malah menjadi-jadi, semakin merangsang dirinya, desahan-desahannya membuat amarah Raga semakin membara untuk dilampiaskan padanya. Tidak seperti biasanya Raga bercinta selama 2 jam. Ini benar-benar bukan nafsu tapi pelampiasan kekesalan raga atas hilangnya Ayu dari kehidupannya. Raga sebenarnya kecewa dengan dirinya sendiri tapi Raga juga egois akan dirinya. Dia sudah gagal menjadi seorang suami.

oooOooo


Dia Mati Aku Hidup


Hingga tua Raga tetap saja seperti ini mencuri, memalak, merampas, dan melakukan seks bebas dengan banyak wanita, terutama dengan wanita pelacur bergaun merah yang dikenalnya dulu. Umurnya hampir setengah abad kenapa masih saja seperti ini. Aku lelah bersandar pada tubuhnya mungkin ini sudah waktunya aku bertindak tapi bagaimana? Bagaimana kalau ruh jahat menguasainya akan jadi manusia model apa Sobirin ini?
Malam hari setelah adzan isya Raga ingin membuat secangkir kopi tapi persediaan bahan makanan di dapur sudah benar-benar habis, bersih, kosong tidak ada apa-apa sama sekali. Raga pergi mengindap-indap mencuri di warung yu Mi. Saat ini Yu mi memang tidak ada di rumah dia pergi ke masjid dari adzan maghrib tadi. Di ambillah bebrapa makanan ringan, dan sekilo gula dan kopi.
Yu mi  : “haah? Ono opo iki? Warungku kok dadi
            berantakan koyok ngene? Iki aku wero pasti
            tandangane Sobirin tukang maling.
            Kebacutmu ren sobiren, wong yoooo utang
            dikek’i laopo koen atek nyolong-nyolong
            ngeneh iki? Awas koen yo delok’en ae,
            meneh maneh gak dai uwong koen ren
            sobiren.”
Terlihat berantakan sekali saat yu Mi pulang dari masjid. Yu Mi juga sudah curiga kalau ini semua yang melakukan Sobirin, tapi yu Mi tidak mau menuduh sembarangan, suatu saat yu Mi akan melakukan sesuatu untuk menjebak Sobirin di warungnya. Harusnya sobirin malu sudah melakukan hal itu. Tapi sobirin masih saja beraktifitas seperti biasa. Padahal ia sudah menjadi bahan perbincangan di desanya.
Suatu malam Sobirin melakukan hal yang sama yaitu mencuri. Kali ini Sobirin mencuri di rumah pak RW di situ memang tempatnya uang untuk kepentingan RW. Di situ Sobirin ketahuan lalu membunuh pak RW, istrinya, dan juga kedua anak pak RW. Semenjak itu Sobirin menjadi buronan polisi.
Hebatnya dia tidak pernah ditemukan oleh orang-orang juga polisi setempat. Aku dan Ragaku kini hidup di suatu desa yang terpencil yang kebetulan hanya ada 1 gubuk di tengah-tengah hutan larangan. Cara tradisional untuk mencari makan dengan berburu hewan-hewan yang bisa di makan.
Lama kelamaan seseorang yang sendirian pasti akan jenuh. Sobiri berubah menjadi seseorang yang berpenampilan rambut gondrong dan brewok di pipinya sangat lebat. Tiba-tiba saja Sobirin mendtangi rumah Pakde dan Bude Lilik. Lalu dia menanyakan Ayu. Sebenarnya Sobirin rindu kepada Ayu, tapi dia juga egois dengan dirinya sendiri.
Pakde   : “loh sobirin, awakmu sek urip le? Tak kiro
            wes mati di pangan kewan-kewan neng alas
            kono, soale aku krungu nek awkmu kabur
            nang hutan larangan pas mari mateni
            keluargae pak RW Sarif.”
Sobirin : “mboten pak de, kulo taksih sehat meskipun
            rodok pincang kados ngeten”
memang Sobirin mengalami cidera kaki gara-gara tersandung akar pohon bringin yang sangat besar, saat kabur dari kejaran polisi-polisi dan warga atau tetangganya saat kejadian pembunuhan dulu.
Pakde   : “sakjane onok perlu opo le? Akmu rene
            maneh? Aku rdok wedi, opo awkmu dendam
            nang aku karo warga-warga neng kene?”
Sobirin : “mboten pakde kulo mriki bade tanglet,
            nopo Ayu garwo kulo teng mriki?”
Bude    : “lhooohh bukane Ayu wes tak pasrahno
            karo awkmu ta le? Kok malah awkmu
            nggolek’i Ayu mrene? Ehhh gak kliru ta?”
Sobirin : “lhooh mboten bude, Ayu sampun dangu
            ninggal kulo teng griyo piyambak’an. Kulo
            mboten ngertos Ayu ten pundi? Terose kulo
            Ayu wangsul teng mriki bude. Mangkane
            kulo mbalek mriki”
Bude    : “ loh alah leee.... arek ikoh nang di yo le?
            Terakhir dee ngomong nang aku lek dee
            meteng rong minggu, iku anakmu lee...”
            bude bicara sambil menangis dan khawatir.
Sobirin : “lhoohh? Ngoten to bude? Ya Alloh. Aku
            kok sembrono ngeneh yoooo? Bojoku karo
            anakku kok ninggalno aku yooo??”
Pakde   : “koen kok rah becus le njogo Ayu, janjimu
            biyen kate njogo Ayu temen-temen. Tapi
            saiki koyok ngeneh hasile. Wes ngaliho teko
            kene lee aku kecewa karo koen. Ojok
            nganggep aku pakde karo budemu iki maneh.
            Wes buyar seduurane awakdewe sampek sak
            mene ae.”
Bude    : “loh pak ayok nggolek’i Ayu, menowo Ayu
            muleh nang desoe daerah kebumen kono pak,
            ayok digolek’i pak”
Pakde   : “iyo bu’e sek tak ngandani arek iki. Wes
            ren sobiren awakmu gak usah nganggep Ayu
            karo anak’e iku mau anak lan bojomu. Wes
            pedoto sakmene awkmu karo Ayu yo ren,
            wes ojok melk nggolek’i. Wes engko koen
            aku sing nukokno surat pegatanmu karo Ayu.
            Wes saiki mulio !”
Sobirin : “sepurone sing katah pakde. Sampean leres
            pak de kulo mboten pantes damel Ayu.
            Pakde kulo nuwun setunggal nggeh pakde.
            Pakde kale bude mpun ngandiko teng
            tiyang-tiyang kulo mbalek teng mriki nggeh
            pakde bude? Kulo nggeh titip Ayu lan yugo
            kulo nggeh pak de bude. Ngapunten sing
            katah pakde bude”
Bude    : “yowes lee, njogoen awkmu ati-ati yo le?”
Sobirin : “enggeh bude, assalamualaikum”
Raga berjalan pulang ke gubuk tempat kita selama ini bersembunyi. Raga selalu memikirkan Ayu dan bagaimana kelak wajah anaknya. Setiap hari dia menangis.
Setahun dua tahun, Raga semakin tua dan menua. Tubuhnya yang mulai melemah, penampilannya yang sudah tak karu-karuan. Lama kelamaan dia gila. Menangis, tertawa, marah, bahkan bahagia dengan sendirinya. Terkadang aku kasian padanya. Tapi memang itu balasan dari Alloh SWT.
Suatu hari saat Raga mencari ikan di sungai dia terpeleset lalu terbawa oleh aliran air sungai yang deras. Tapi dia masih saja selamat. Sebenarnya dari pada aku melihatnya tersiksa seperti ini mending dia mati saja. Aku harus bisa mempengaruhi ruh jahat agar membuat Raga menjadi mati.
Saat malam tiba Raga tertidur dan aku menyapa ruh jahat. Aku dan ruh jahat merencanakan sesuatu untuk memperlancar kematiannya.
Aku     : “he ruh jahat, kenapa tidak kamu bunuh
            saja sekalian Raga ini? Bukankah kita masih
            bisa menemukan Raga-Raga yang lebih baik
            di luar sana? kenapa Raga busuk ini masih
            kita pertahankan?”
Ruh Jahat:“kamu benar sekali. Kita bunuh saja Raga
            tua bangka ini. Hahahaaaa...”
Aku     : “lantas bagaimana caranya?”
Ruh jahat:”sudahlah, kamu tidak usah ikut campur.
            Aku bisa mengatasinya sendiri”
Ternyata pada siang harinya Ruh jahat benar-benar menguasai Raga. Lalu dibawanya Raga di tepi jurang sebenarnya mau melakukan apa Ruh jahat pada Raga yang malang ini? Raga berjalan tertatih-tatih dan ketawa,menangis seperti orang gila yang sudah stadium akhir. Benar-benar rusak Raga ini. Lalu bagaimana pertanggung jawabanku di akhirat nanti atas orang ini?
Tiba-tiba kita bertiga terjatuh. Aku melihat Raga tidur, lalu Aku dan Ruh jahat keluar dari tubuhnya dan tidak bisa kembali ke tubuhnya lagi. Apa ini yang namanya mati?
Apa benar Raga telah mati?
Mati di dasar jurang yang curam ini?
Ohh malang sekali nasibmu Sobirin. Ragaku yang belum sempat bertaubat dan sekarang harus menanggung dosa-dosanya di akhirat sana..


Innalillahi wainnnailaihi roji’un........................ !!!!!!!


oooTAMAToo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar